Tugas Soft Skill 2



REVIEW FILM WALL-E

Pada awal abad ke-22, sebuah perusahaan “raksasa” Buy N Large (BnL) menguasai perekonomian di Bumi, termasuk pemerintahan. Akibat dipenuhi sampah yang tidak didaur-ulang, maka Bumi menjadi sangat tercemar oleh sampah-sampah elektronik, sehingga kelangsungan hidup manusia menjadi terancam. Untuk mencegah kepunahan manusia, Shelby Forthright (Fred Willard) selaku CEO Buy N Large, melakukan pengungsian massal dari Bumi selama lima tahun di atas armada kapal luar angkasa eksekutif bernama axiom yang menyediakan setiap keperluan manusia, dan dilengkapi dengan robot-robot yang semuanya berjalan secara otomatis untuk melayani kebutuhan manusia.

Ratusan-ribu unit robot penghancur sampah yang dinamai dengan WALL-E ditinggalkan di Bumi untuk membersihkan Bumi. Robot-robot tersebut diprogram untuk memadatkan dan menumpuk sampah-sampah elektronik yang telah memenuhi seluruh daratan di Bumi, agar memudahkan untuk peleburan. Tumpukan sampah-sampah elektronik telah dipadatkan dan dikumpulkan oleh robot-robot WALL-E, tumpukan sampah tersebut telah setinggi gedung pencakar langit. Namun, proyek ini dibatalkan karena Forthright memperkirakan bahwa pada tahun 2110 Bumi sudah terlalu tercemar dan sudah tidak memungkinkan untuk dihuni oleh manusia. Pada tahun 2815, kira-kira 700 tahun kemudian, hanya satu WALL-E yang masih berfungsi.

Berabad-abad kehidupan telah dilalui oleh WALL-E, sehingga ia memiliki kecerdasan yang lebih baik dan rasa keingin-tahuan. Ia gemar mengoleksi barang-barang yang menarik di tumpukan sampah yang memenuhi Bumi, mengambil onderdil untuk suku cadangnya dari WALL-E lain yang sudah tidak aktif. Ia sering menonton film musikal tahun 1969 yang berjudul Hello, Dolly! dari kaset video. Video lainnya yang ia nikmati adalah Put on Your Sunday Clothes, dan adegan berpegangan tangan dalam video “It Only Takes a Moment” yang mengajarnya memiliki perasaan.

Pada suatu hari, WALL-E menemukan sebuah bibit tumbuhan, lalu menanamnya dalam sebuah sepatu usang. Tidak lama kemudian, sebuah kapal luar angkasa mendarat di Bumi dan mengeluarkan EVE (Elissa Knight), sebuah robot perempuan yang dikirim oleh pesawat raksasa yang bernama Axiom, ia diprogramkan untuk mencari tanda-tanda kehidupan flora di Bumi. WALL-E jatuh cinta pada pandangan pertama dengannya, EVE juga mengagumi kepribadian WALL-E. Sungguh disayangkan, ternyata cinta WALL-E tidak terbalaskan, karena EVE diprogramkan untuk mencari keberadaan tumbuhan di Bumi. Saat WALL-E menunjukkan bibit tumbuhan yang ditemukannya kepada EVE, EVE menyimpan bibit itu ke dalam tubuhnya, setelah itu EVE menjadi non-aktif secara otomatis. WALL-E berusaha melindungi tubuh EVE yang tidak berstatus non-aktif sampai EVE diambil kembali oleh pesawat yang mengantarnya ke Bumi. Dengan rasa gelisah dan panik, WALL-E mengejar pesawat itu. WALL-E berhasil menyusup ke dalam pesawat Axiom.

Setelah berabad-abad hidup dalam mikrogravitasi, manusia di pesawat Axiom banyak kehilangan kalsium, sehingga membuat mereka menjadi sangat gemuk dan tidak mampu berdiri atau berjalan. Aktivitas manusia sepenuhnya dilayani oleh robot. Pilot pesawat Axiom adalah Kapten B. McCrea (Jeff Garlin) juga memerintahkan segala tugasnya kepada sistem autopilot pesawat yang bernama AUTO (suara program MacInTalk). Saat WALL-E mengikuti EVE ke dalam kapal, kelakuannya yang tidak biasa, menyebabkan manusia dan robot bertindak tidak seperti biasanya. Khususnya M-O, robot dekontaminasi yang diprogramkan untuk membersih setiap pencemaran di dalam pesawat , ia mengejar WALL-E supaya ia dapat membersihkan kotoran asing yang bersumber dari Bumi, dan dua orang manusia bernama John (John Ratzenberger) dan Mary (Kathy Najimy) yang sebelumnya hanya melihat melalui media elektronik berupa monitor, sehingga mereka melihat pemandangan secara langsung karena WALL-E membuat mereka terlepas dari monitor yang terpasang di tempat duduk mereka.

Setelah sampai di dalam pesawat, EVE diaktifkan kembali dan diprogram untuk mengantar bibit tadi kepada McCrea agar diletakkan dalam alat pendeteksi yang dinamai holo-detector.Alat tersebut adalah sebuah mesin pendeteksi yang berfungsi memberikan informasi bahwa manusia dapat kembali hidup di Bumi, dan akan mengembalikan manusia ke Bumi secara otomatis setelah mendeteksi bibit tadi yang merupakan pedoman yang memungkinkan manusia untuk kembali hidup di Bumi. Sewaktu akan mendeteksi tumbuhan yang terdapat dalam tubuh EVE, bibit itu hilang. EVE dianggap telah rusak dan dikirim ke bagian perbaikan robot bersama WALL-E. Saat EVE diperiksa, WALL-E menyangka EVE akan dihancurkan oleh mesin pemeriksa tersebut, lalu ia merampas senjata plasma EVE dan menembakkannya, sehingga membebaskan robot-robot rusak lainnya di ruang perbaikan.

Tindakan WALL-E menjadi ancaman bagi setiap penghuni pesawat Axiom, EVE dan WALL-E menjadi buronan yang dianggap robot berbahaya. EVE yang tidak tahan dengan sikap WALL-E, mencoba mengantarnya kembali ke Bumi dengan menggunakan sebuah kabin. Saat asisten utama McCrea (GO-4) tiba dan menyimpan bibit yang hilang itu ke dalam kabin; GO-4 yang mencurinya tanpa diketahui McCrea. Melihat bibit tersebut, WALL-E memasuki kabin tempat diletaknya bibit tersebut. GO-4 akan menghancurkan kabin tersebut dengan mengaktifkan program penghancuran secara otomatis sehingga akan meledak setelah hitungan mundur 20 detik. Saat itu WALL-E berada di dalam kabin tersebut, namun WALL-E berhasil meloloskan diri bersama bibit itu sedetik sebelum musnahnya kabin tadi.

EVE lega karena WALL-E menyelamatkan bibit itu dan mereka terbang dengan bahagianya di angkasa sekitar pesawat Axiom.EVE dan WALL-E mengembalikan bibit itu kepada McCrea. Kapten McCrea ingin mengetahui bagaimana keadaan Bumi pada saat ini, lalu McCrea memutar rekaman yang direkam oleh kamera yang terpasang pada EVE, yang membuat EVE menyaksikan usaha WALL-E melindunginya ketika ia dalam status non-aktif. Akhirnya, EVE juga jatuh cinta pada WALL-E. Terpesona oleh gambar-gambar kehidupan zaman dulu di Bumi sebelum berdirinya Buy N Large, McCrea perihatin melihat kerusakan alam di Bumi yang digambarkan dalam rekaman EVE. Kemudian McCrea merencanakan agar manusia kembali ke Bumi untuk memulihkan segalanya. Namun, AUTO menegaskan bahwa manusia tidak boleh kembali ke Bumi, lalu ia terpaksa menampilkan tayangan berupa rekaman Shelby Forthright yang memerintahkan semua autopilot agar tidak mengembalikan manusia ke Bumi, karena proyek pembersihan yang diusahakan telah gagal. AUTO yang dirancang untuk menuruti perintah tersebut, memberontak dan membuang bibit tumbuhan tersebut. Dalam memperebutkan bibit itu, AUTO dengan ganasnya menyerang WALL-E yang mencoba melindungi bibit itu dan menekan tombol non-aktif di badan EVE. WALL-E dan EVE dibuang ke tempat pembuangan sampah bersamaan dengan bibit tadi, dan mengunci McCrea di dalam kamarnya.

Di tempat pembuangan sampah, EVE kembali aktif setelah sebuah tombol yang ada di dada EVE tersentuh oleh serangga. EVE berusaha mencari WALL-E, setelah menemukannya EVE melihat WALL-E telah rusak berat. Ia berusaha memperbaiki WALL-E, tapi usahanya sia-sia karena tidak ada komponen tubuh WALL-E yang cocok dengan yang ia temukan.Pada saat proses pembuangan sampah diaktifkan, gerbang pembuangan terbuka. Saat itu juga datang M-O yang mengejar WALL-E karena ingin membersihkan kotoran asing yang melekat di tubuh WALL-E. Kemudian M-O terjepit gerbang yang tertutup setelah sampah beserta WALL-E dan EVE dikeluarkan dari tempat pembuangan. Gerbang tidak sepenuhnyan tertutup karena M-O terjepit pada gerbang saat mengejar WALL-E untuk membersihkan kotoran asing. Kesempatan ini digunakan oleh EVE untuk menyelamatkan diri dari pembuangan.Setelah berhasil menyelamatkan diri dari tempat pembuangan sampah dengan bantuan M-O,EVE menolak perintah otomatis yang telah diprogramkan untuk membawa bibit ke pesawat.Ia masih berusaha untuk memperbaiki WALL-E, tapi WALL-E berharap EVE menuruti perintah tersebut sambil mengingatkan EVE jika seandainya mereka berhasil kembali ke Bumi, WALL-E dapat diselamatkan dengan suku cadang yang disimpannya.

WALL-E dan EVE membawa bibit tadi untuk diletakkan di mesin pendeteksi yang ada di pesawat Axiom dengan bantuan M-O. Mereka berdua dibantu McCrea yang menyuruh mereka agar cepat ke mesin pendeteksi tersebut, mereka juga dibantu robot-robot rusak yang membantu mereka dengan melawan robot-robot penjaga. McCrea membohongi AUTO dengan mengatakan bahwa bibit itu ada padanya, dengan mengelabui AUTO melalui visual dari monitor. Kemudian AUTO mendatangi McCrea, lalu mereka berkelahi. McCrea berhasil mengaktifkan mesin pendeteksi, mengakibatkan AUTO memiringkan posisi Axiom, mengakibatkan manusia-manusia yang tidak dapat berjalan menjadi berjatuhan dan tertumpuk di sudut pesawat. Auto mencoba menutup mesin pendeteksi tersebut, namun ditahan WALL-E dengan mengorbankan tubuhnya. McCrea berusaha untuk berdiri dan berjalan untuk mendekati dan mengalahkan AUTO. Pada saat perkelahian dengan AUTO, McCrea melihat tombol merah yang terbuka di bagian tubuh AUTO. Lalu McCrea menekan tombol tersebut, sehingga AUTO yang merupakan pengendali pesawat Axiom menjadi berstatus manual. McCrea dapat dengan sepenuhnya mengendalikan AUTO, dan mengembalikan posisi Axiom ke posisi semula. Akhirnya, bibit berhasil dimasukkan ke dalam mesin pendeteksi (holo-detector), dan melepaskan WALL-E yang bertambah rusak karena terjepit mesin pendeteksi yang akan menutup. Setelah bibit tadi dimasukkan ke dalam holo-detector, pesawat Axiom menuju ke Bumi dengan kecepatan cahaya.

Setelah mendarat di Bumi, EVE bergegas memperbaiki dan menghidupkan kembali WALL-E dengan menggunakan suku cadang yang ada di tempat tinggal WALL-E. Sayangnya, WALL-E telah rusak berat dan hampir semua komponennya ditukar oleh EVE dengan yang baru. Meskipun WALL-E telah diperbaiki dengan sempurna, tapi WALL-E bukanlah WALL-E yang dikenal EVE. WALL-E telah menjadi WALL-E yang diprogram untuk mengerjakan tugasnya dan tidak memiliki perasaan dan ingatan yang dimiliki WALL-E yang EVE kenal. EVE sedih karena WALL-E yang dicintainya sudah tiada, EVE memegang tangan WALL-E lalu menempelkan kepalanya ke kepala WALL-E (bermakna ciuman). Percikan listrik dari “ciuman” tadi memulihkan ingatan dan kepribadian WALL-E, lalu dia dapat mengingat EVE dan bahagia karena dapat berpegangan tangan dengan EVE. Manusia dan robot bekerjasama dalam memperbaiki kehidupan di Bumi dengan harapan baru, di bawah pimpinan McCrea. Akhirnya, kehidupan yang normal dapat dinikmati kembali oleh manusia. Seiring waktu dan kerjasama manusia dengan robot, Bumi kembali normal seperti sedia kala. Mengenai kelanjutan kehidupan manusia beserta para robot di Bumi, dapat dilihat pada lukisan-lukisan yang terdapat pada kredit penutup dalam film animasi ini.



Teori Interdependensi Antara Manusia dengan Teknologi

Manusia dan teknologi, seperti sepasang kekasih yang tidak mungkin dipisahkan.
Semakin hari Teknologi semakin berkembang. Itu dimulai dari kecerdasasn manusia dalam mengolahnya. Di masa sekarang ini, sepertinya sudah tidak ada lagi hal yang dilakukan tanpa bantuan teknologi. Kalaupun ada, itu sudah sangat jarang sekali. Sebuah teknologi di bangun untuk memudahkan manusia. Membuat ringan pekerjaan, membuat lebih praktis, mempercepat selesai. Dan segala hal yang membantu manusia. Teknologi dalam semua bentuk kehidupan manusia, dari hal yang paling kecil seperti mur sampai yang besar seperti mobil atau bahkan pesawat ulang alik. Hampir semua hal yang diinginkan manusia bisa di penuhi sebuah mesin, kecuali beberapa hal tertentu yang manusia sendiripun tidak mengerti hal itu apa. Mungkin apapbila hal itu bisa di mengerti manusia, maka manusia dengan cepat akan membangunnya. Tapi kadang teknologi yang di bangun manusia tidak semuanya membantu. Mungkin pada awal – awal pemakaian sangat membantu, tapi lambat laun akan menjadi bom waktu yang siap meledak. Saat ini sudah diciptakan robot – robot yang mampu mensensor gerakan manusia. mampu
bereaksi sesuai dengan keinginan manusia. Mungkin 10 tahun lagi robot itu di kembangkan menjadi robot yang bisa merespon seperti perasaan manusia, menangis, marah, sedih…
Dan keeksisan manusia terancam…

Bagaimana bila apa yang dibayangkan manusia di masa depan terbukti, di mana manusia yang tersingkir, dan robot – robot yang menguasai permukaan bumi. Bagaimana…
Tidak ada lagi warna hijau…
Karena memang tidak ada lagi tumbuhan yang berdiri. Semuanya sudah musnah.
Tidak ada lagi binatang – binatang, apalagi sekarang ini sudah banyak binatang – binatang yang punah. Tidak mustahil suatu saat nanti akan musnah sama sekali.
Bahkan mungkin sudah tidak ada lagi manusia yang melangkah di permukaan bumi ini. Kalaupun ada, mungkin sudah separo robot, separo manusia. Cyborg – cyborg bertebaran di mana – mana. Tidak ada yang ingin hal itu terjadi… Sebelum itu terjadi harus di cegah. Sebelum manusia menciptakan teknologi. sebuah langkah antisipasi harus dipikirkan terlebih dahulu. Sebuah tindakan bisa di ambil bila teknologi mulai tak terkendalikan.

Teknologi di buat untuk membantu manusia…
Bukan untuk menghancurkan manusia….

Manusia yang menciptakan teknologi dan manusia pula yang menanggung akibatnya, apakah itu buruk atau baik Tergantung manusia mau memandangnya dari sisi mana. Ada begitu banyak sisi untuk memandang sebuah teknologi dari kacamata seorang manusia.

Di lihat dari sisi negatif, teknologi itu sangat merugikan. Begitu banyak pekerja yang menganggur karena tugasnya sudah digantikan mesin yang lebih murah.
Kekebalan tubuh manusia menurun, karena sudah ada obat – obat anti penyakit yang membantu mengobati sakit. Freon dalam AC ataupun kulkas menipiskan ozon. Bayangkan bagaimana asteroid – asteroid berjatuhan ke bumi. Bom nuklir yang dapat dengan cepat mengakhiri peperangan. Menghasilkan jamur kuning
kemerahan di angkasa dengan panas ribuan derajat celcius, dalam rentang ribuan mil. Orang terbakar seperti es yang dipanaskan. Orang – orang yang selamat harus menanggung pencemaran radiasi sepanjang ia bernafas. Bayi – bayi terlahir cacat seumur hidup dari ibu yang tercemar radiasi. Dan bagaimana bila dilihat dari sisi positif ?…

Manusia harus lebih pintar dari mesin karena memang manusia yang menciptakan mesin. Dan mesin itu tidak sempurna. Semakin maju teknologi, maka manusia harus lebih maju lagi. Berjuang lebih keras untuk mengalahkan teknologi. Bersaing dengan ketat untuk menciptakan teknologi yang lebih maju lagi. Tidak terlena dalam kepraktisan yang di sediakan teknologi. Apabila teknologi punya dampak merugikan, maka manusialah yang berusaha untuk membuat kerugian itu seminimal mungkin atau bahkan menghilangkannya. Teknologi itu di tangan manusia, bukan manusia yang berada di tangan teknologi. Hanya saja mampukah ?…

Mungkin memang harus dipandang dari masing – masing manusia. Di pandang per individu. Karena manusia itu berbeda. Tapi tak ada orang yang mau hidupnya dihancurkan oleh teknologi.



Teori Homo Homini Lupus dan Homo Homini Socio

Teori Homo Homini Lupus 1

“Manusia adalah serigala bagi manusia lainnya” atau juga disebut “Homo homini Lupus ” istilah ini pertama kali di kemukakan oleh plautus pada tahun 945,yang artinya sudah lebih dari 1500 tahun dan kita masih belum tersadar juga. di jaman sekarang ini sangat sulit Menjadikan Manusia seperti seorang manusia pada umumnya,sepertinya istilah ini masih tetap berlaku sampai sekarang.
Tidak bisa dipungkiri Hidup di dalam suatu negara sangat di butuhkan sosialisasi karena kita tidak dapat Hidup dengan sendirinya tanpa ada manusia lain.Apalagi seperti keadaan sekarang ini kita Hidup di jaman yang serba susah .Demi mempertahankan hidup itu sendiri kita rela melakukan apa saja Mulai dari yang halal sampai yang Haram, tentunya semua itu kita lakukan untuk memperjuangkan kehidupan yang lebih baik.Untuk mewujudkan itu semua memang tidak mudah dimana kita harus menghadapi berbagai konflik yang akan memicu lahirnya sikap saling mangsa Dan disinilah Peran Hati nurani & ego sangat dibutuhkan.
gambaran manusia di jaman sekarang ini sangatlah mengerikan dari segi sikap dan perbuatan terkadang lebih keji dari pada hewan yang paling buas sekalipun,saling sikut,saling berebut saling tikam bahkan saling memangsa layaknya serigala yang buas siap menerkam mangsanya demi sebuah kepuasan (ambisi).
sebagai contoh yang terjadi di dalam kehidupan kita seperti tindakan kekerasan,mulai dari perkelahian ,pembunuhan,pemerkosaan,serta aksi teror pemboman yang sedang trend di negara kita dan perang dunia yang memungkinkan akan terjadi lagi. Apakah itu disebut manusia ? Tidak. Kenapa tidak? Karena itu semua manusia yang melakukanya dan dilakukan terhadap manusia juga ? entahlah..’

Pengakuan sebagai umat beragamapun yang telah patuh terhadap ajaranya kerap kali sebagai alasan tindakan kekerasan bahkan sampai menghilangkan nyawa seseorang. Banyak pelaku kekerasan seperti tersebut menyatakan ini masalah iman, masalah Tuhan atau masalah kebenaran (kebenaran yang ditafsirkan manusia itu sendiri).

Ego seperti apakah yang membuat manusia menggurat sejarah kekerasan dalam perbudakan-rasisme, Holocaust-rasisme, seksisme yang menyuburkan perdagangan manusia untuk kepentingan prostitusi, lalu yang sedang marak disoroti saat ini adalah kekerasan karena spesiesme. Mungkin sudah saatnya bagi manusia melihat jernih kekerasan karena spesiesme. Spesies manusia merasa lebih unggul dari spesies hewan hingga ‘boleh’ diperlakukan sebagai ‘milik-properti’ . Hewan diperlakukan tak beda dengan benda. Perasaan takut, marah, sakit saat disiksa hingga meregang nyawa ‘tak terlihat’ oleh ego manusia. Manusia sedang dan terus memelihara spesiesme ini, pertanyaannya, akan sampai kapan? Manusia butuh kejernihan hati dan akal, menimbang kembali apakah spesiesme layak dipelihara. Jika saja ada spesies yang lebih unggul dari manusia, penguasaan teknologi lebih tinggi dari manusia, manusia bisa saja dieksploitasi, dijadikan objek penelitian, bahkan dijadikan makanan. Saya jadi ingat film the Island, sebuah film futuristik yang mengisahkan tentang komodifikasi manusia kloning untuk kepentingan asuransi kesehatan.

Jaminan kesehatan diberikan dari ujung rambut sampai ujung kaki dengan adanya manusia kloning. Semua potensi penyakit dapat diatasi. Jika secara genetik Anda memilki potensi penyakit ginjal, diabetes atau jantung, Anda tidak perlu khawatir asal punya DUIT membayar asuransi, organ manusia kloning siap mengganti semua ‘onderdil’ yang bermasalah dalam tubuh Anda. Manusia kloning dengan rekayasa genetik sedemikian rupa diprogram agar tumbuh menjadi manusia yang super sehat untuk menjaga kualitas organnya. Namun rasa dan emosi mereka telah disetel, diprogram sedemikian rupa agar tidak ‘hidup’. Manusia kloning hidup tanpa rasa dan emosi meski dalam akhir cerita ada manusia kloning yang menyimpang , ada manusia kloning yang tetap punya emosi, hingga memberontak. Mereka tak ubahnya ‘benda’. Di sini manusia satu tidak melihat kelayakan yang sama dengan manusia lainnya, hingga Homo Homini Lupus, dominasi sesama spesies subur dan ’sah-sah’ saja. Spesies manusia yang berduit ‘boleh-boleh’ saja memperlakukan manusia kloning sesuai kebutuhan mereka, karena mereka dianggap spesies manusia-benda.

Dalam dunia nyata wajah homo homini lupus sebenarnya tak asing dalam kasus perdagangan manusia entah untuk kepentingan sebagai buruh pabrik, pekerja di dunia prostitusi dengan berbagai modus. Di China modus terbanyak adalah penculikan, mulai dari anak kecil (biasanya untuk dijadikan pekerja seks untuk pedofilia) dan di Indonesia modusnya memanfaatkan keterjepitan keadaan ekonomi. Sebuah kasus di tempat saya dinas dulu terungkap, modus yang digunakan adalah meminta langsung ke orang tua korban dengan memberi segepok uang ke orang tua korban hingga rela melepas anaknya untuk dipekerjakan di Jepang sebagai duta budaya. Kenyataannya, setelah korban sampai di tujuan, korban disodorkan nota utang berisi rincian biaya perjalanan dan biaya pengurusan imigrasi dll. Kondisi terjepit seperti ini, korban tidak memiliki pilihan, hingga terpaksa bekerja di ‘panti’ jauh berbeda dari yang dijanjikan sebelumnya. Sampai pada titik ini, manusia juga telah melihat manusia lain tak ubahnya benda tak berhak punya rasa, yang bisa dieksploitasi. Mungkinkah bakat homo homini lupus ini lahir dan tumbuh bermuasal, berakar dari sikap spesiesme kita terhadap hewan. Sadar tak sadar kita membiasakan diri ‘membenarkan’ mengabaikan rasa mereka. Kita terbiasa memperlakukan mereka seolah tak berhak punya rasa takut, rasa sakit dan rasa cinta akan hidup mereka sendiri.Sebuah ungkapan dari George Angell (1823-1909) sejalan dengan permenungan di atas. Saya kadang ditanya,”Mengapa engkau menghabiskan begitu banyak waktu dan uang berbicara tentang kebaikan kepada binatang padahal begitu banyak kekejaman atas manusia?” Saya menjawab,”Saya bekerja dari akarnya.”

Jadi homo homini socio dan homo homini lupus ini ada dalam diri manusia. Sadar atau tidak kiti memang seperti itu. Kadang kita baik dngan sesame, kadang kita juga berbuat hal yang tidak baik. Mencelakakan seseorang hanya untuk sebuah keinginan. Seperti pemerintah yang mengaku sebagai wakil rakyat. Yang dalam faktanya mereka memakan uang rakyat. Korupsi itu seperti serigala memakan keluarganya. Merugikan Negara, dan rakyat. Negara menurut teori Thomas Hobbes dibutuhkan untuk mencegah kesewenang-wenangan pihak yang mempunyai kekuatan dan kekuasaan terhadap rakyat yang lemah. Hobbes menilai bahwa negara dibutuhkan perannya yang besar agar mampu mencegah adanya “homo homini lupus” atau manusia menjadi serigala bagi manusia lainnya. Hobbes memunculkan teori ini karena di masanya ia melihat adanya kesewenang-wenangan terhadap golongan yang lemah, sehingga perlu adanya peran negara untuk mencegah ini.

“manusia adalah kawan bagi sesama”. Manusia adalah rekan atau teman bagi sesamanya di dunia sosialitas ini (homo homini socius). Pikiran homo homini socius ini ditaruh untuk mengkritik, mengoreksi, dan memperbaiki sosialitas preman; sosialitas yang saling mengerkah, memangsa, dan saling membenci dalam homo homini lupus (sesama adalah serigala bagi manusia).

Teori Homo Homini Lupus 2

Thomas Hobbes (1588-1679) mempunyai pendapat bahwa kecenderungan manusia bersikap memusuhi dan mencurigai setiap manusia lain. Homo homini lupus! (manusia adalah serigala bagi sesamanya). Homo homini lupus merupakan ungkapan gejala sikap “manusia cenderung seperti serigala”, simbul kekerasan terhadap manusia yang lain dan saling memangsa, dimangsa atau menjadi mangsa, meskipun pada dunia nyata serigala tidak memangsa serigala yang lain. Dulu saya tidak sependapat dengan pernyataan Hobbes dan lebih setuju dengan pendapat
“manusia adalah makhluk sosial”. Namun setelah mengamati fenomena yang terjadi di masyarakat sekarang tenyata lebih cocok dengan pendapat Hobbes.
Sepanjang perjalanan pulang kerja Jum’at 4 Nopember 2011 dalam cuaca hujan deras saya melakukan kontemplasi sambil mengingat kejadian masa lampau dan kejadian beberapa hari terkahir. Pendapat Hobbes berdasarkan pengalaman dari peristiwa berikut nampaknya relevan di masa sekarang. Ketika saya melakukan perjalanan ke hutan belantara, puncak gunung, menyeberangi sungai, lautan tidak pernah takut dengan ancaman binatang buas yang hidup di hutan atau di laut. Namun seringkali yang menjadi pertimbangan agar selalu waspada adalah potensi ancaman dari manusia jahat. Saya melihat rumah yang didirikan di pinggiran hutan tidak sekokoh rumah yang didirikan di tengah kota. Di komunitas masyarakat yang hidup di desa, dekat hutan, ancaman dari binatang buas atau manusia yang jahat lebih kecil daripada masyarakat yang hidup di perkotaan. Meskipun tidak ada binatang buas, faktanya rumah masyarakat yang hidup di perkotaan didirikan dengan kokoh, pagar tinggi, untuk mengantisipasi ancaman dari manusia jahat. Bahkan sekedar untuk berbagi dengan sesama manusia agar dapat melihat keindahan arsitektur rumah mereka saja tidak bisa, karena tingginya tembok yang menutup halaman, bangunan rumah mereka, apalagi berbagi kekayaan kepada manusia lain yang kekurangan. Beberapa detik sebelum pulang pada hari Jum’at kemarin saya dapat kabar dari teman tentang pejabat di Jakarta yang dua rumahnya digrebek aparat hukum karena dugaan kasus korupsi Rp 12 miliar, Si pejabat tidak ada di rumah karena sedang melakukan ibadah di tanah suci. “Kok bisa? Kok bisa?” Begitu pertanyaan dalam hati yang mengawali langkah menuju rumah. Kok
bisa? Kenapa? Alasan pertama karena korupsi kejamnya melebihi serigala betulan yang tidak menumpuk makanan kecuali yang mampu serigala makan saat itu juga. Korupsi mengakibatkan hak manusia yang lain dirampas dan tidak sedikit bayi yang kurang gizi dan meninggal tidak dapat dibiayai oleh negara karena uang negara dikorupsi. Alasan kedua kok bisa Si pejabat tersebut menjadi serigala berbulu domba, setelah korupsi kemudian beribadah ke tanah suci. Perjalanan ketika cuaca hujan seringkali menghambat pandangan pengendara dan jalan aspal
yang tergenang air hujan pengendara mengurangi kecepatan, sehingga karena kehati-hatian bahkan membuat sedikit kemacetan. Dalam situasi seperti itu, pengendara lebih banyak yang tidak sabar, sekedar untuk memberi kesempatan pejalan kaki yang akan menyeberang. Saling serobot, dari kiri-kanan, klakson dibunyikan dengan nada kemarahan. Tidak kah mereka dapat berhenti sejenak untuk memberi kesempatan pada manusia lain jika manusia itu makhluk
sosial? Tapi itulah fakta sekarang. Sampai di rumah saya nonton TV sebentar dan ada teks berjalan di bawah gambar, Duhh… “Pelapor Pencurian Pulsa Dianiaya dan Minta Perlindungan LSPK”, kejahatan hendak menguasai dunia. Semula saya berniat setelah sampai di rumah hendak menghentikan renungan dan
bercanda dengan anak-anak tercinta, karena homo homini lupus telah mengisi monolog sepanjang jalan, namun teks di TV, membangkitkan ingatan akan posting sebelumnya di blog, “Cara Terbaru Sedot Pulsa”. Tentu artikel tersebut akan menyinggung operator telekomunikasi (si kuning, sinyal kuat) yang telah memangsa pulsa saya secara tak bermoral dan terangterangan. Mengungkap kecurangan korporasi besar, sama artinya saya memancing ribuan serigala untuk memangsa dengan cara lebih kejam kepada ancaman fisik seperti yang dialami
pelapor pencurian pulsa. Tapi ya sudahlah, di saat tidak punya apa-apa, punya kelemahan, justru yang timbul adalah keberanian melawan kejahatan, kecurangan manusia yang lain sekecil apapun. Kejujuran dan keberanian yang pernah dimikili meskipun sedikit jangan pernah digadaikan, apalagi dijual. Apabila semakin sedikit orang yang melawan kecurangan dan kejahatan, di suatu saat nanti bumi ini tidak lagi nyaman untuk tinggal anak cucu kita. Ayo lawan siapa pun juga yang melakukan kecurangan, kejahatan! MENURUT Nicolaus Driyarkara, tokoh pendidikan filsafat di Indonesia, eksistensi manusia dalam hubungannya dengan sesama adalah homo homini socius, manusia adalah kawan atau rekan bagi sesamanya. Karena itu, keinginan dan usaha untuk menghabisi sesama dalam
persaingan berdarah, bahkan usaha meniadakan sesama dengan menghilangkannya lewat iklim hidup sosial yang kejam-keji, yaitu homo homini lupus, di mana manusia saling iri, dengki, mencakar, dan membunuh, harus ditolak. Konsekuensi logis tesis manusia adalah karib bagi sesamanya, dalam konteks kehidupan politik, adalah ditolaknya perilaku “rakus” mirip “serigala” dari para politisi yang tidak segan menggunakan kekerasan dan menumpahkan darah rakyat tidak berdosa demi kekuasaan politik. Para politisi dituntut lebih mampu menguasai diri dari naluri destruktif melalui proses humanisasi (pemanusiaan) apaapa yang membuatnya ganas, brutal, dan mau berkuasa liar. Nalar “serigala” harus diganti dengan nalar “manusiawi”. Dalam situasi budaya politik masa kini yang serba pragmatis-materialistis, para politisi harus mampu menampilkan eksistensinya sebagai manusia (subyek) yang sadar diri, bermartabat, dan tidak bisa digilas godaan politik uang dan kekuasaan. Nalar “manusiawi” dalam pola berpolitik, berpartai, dan bernegara mengejawantah pada terbentuknya komitmen (konsensus) bersama dari seluruh stakeholder politik dan kekuasaan untuk meletakkan esensi politik sebagai usaha mewujudkan “kebaikan bersama”. Sebagaimana dikemukakan Aristoteles, politik merupakan asosiasi warga negara yang berfungsi membicarakan dan menyelenggarakan hal ihwal yang menyangkut kebaikan
bersama seluruh masyarakat. Kebaikan bersama (kepentingan publik) itu, menurut
Aristoteles, memiliki nilai moral yang jauh lebih tinggi daripada kepentingan individual maupun kelompok. Dengan begitu, seluruh bentuk aktivitas politik sebagai derivasi homo homini socius masuk dalam lokus kebudayaan. Kebudayaan di sini diartikan keseluruhan proses pemekaran bakat, energi, dan kemampuan kreatif manusia yang membuatnya sejahtera dalam hubungan vertical (transendental) maupun horizontal (kemanusiaan). Ruang kebudayaan inilah yang akan memberi guidance politisi menghapus kosakata “musuh politik” diganti “competitor politik”, “cinta diri” digantikan dengan “cinta sesama”, sebutan “wong liyan” dengan “saudara”, konsepsi “takhta untuk uang” diganti “takhta untuk rakyat” dan sebagainya. Jalan menuju ke arah itu, menurut Driyarkara, hanya bisa ditempuh melalui dua cara, hominisasi dan humanisasi. Hominisasi dimaknai sebagai sebuah proses panjang dari kandungan, kelahiran, sampai kematian yang berlangsung sebagai proses perkembangan fisik biologis kian mematangkan diri untuk menjadi manusia. Adapun, humanisasi sebagai tindak lanjut proses hominisasi terkait lekat pembudayaan diri dan lingkungan pematangan diri
secara fisiologis dan kultural dalam memberi arti dan merajut makna secara simulta.CITA-cita humanisasi politik, secara kultural maupun struktural berpijak pasti dan tegas pada visi kemanusiaan manusia sebagai rekan bagi sesamanya. Untuk itu, para politisi harus bersedia melakukan revolusi radikal dalam cara berpikir politiknya. Tidak ada pilihan lain kecuali meneladani pikiran-pikiran Driyarkara sebagai bahan pertimbangan utama setiap aktivitas politiknya.
Karena itu, kekhawatiran Kardinal Darmaatmadja SJ atas menguatnya paham homo homini lupus dalam pentas politik nasional hanya akan bisa di hapus melalui kesediaan seluruh pemimpin dan rakyat Indonesia untuk mewujudkan obsesi Driyarkara, visi manusia sebagai sahabat bagi sesamanya (homo homini socius) dalam kehidupan perpolitikan Tanah Air. Ini merupakan lawan dari penindasan manusia atas sesamanya; merupakan antitesis pandangan perlakuan sesama sebagai saingan, bahkan musuh yang harus dibunuh atau disingkirkan bila kepentingan bertabrakan. Namun, problem mendasarnya adalah bagaimanakah caranya agar politisi kita bersedia meninggalkan paham homo homini lupus? Bersediakah mereka melakukan proses humanisasi atau pembudayaan untuk kian merajut lingkungan politik di mana manusia bersesama mencapai kemanusiaan penuh dan harkat utuh? Pertanyaan ini layak diajukan sebab setelah perdebatan filosofis antara Soepomo dan M Hatta tentang bentuk (model) negara berakhir, sejak itu pula bangsa Indonesia hanya disuguhi “debat kusir” politisi yang hanya berorientasi kursi, uang, dan takhta.

Teori Homo Homini Socio 1

Di dalam kehidupannya, manusia tidak hidup dalam kesendirian. Manusia memiliki keinginan untuk bersosialisasi dengan sesamanya. Ini merupakan salah satu kodrat manusia adalah selalu ingin berhubungan dengan manusia lain. Hal ini menunjukkan kondisi yang interdependensi. Di dalam kehidupan manusia selanjutnya, ia selalu hidup sebagai warga suatu kesatuan hidup, warga masyarakat, dan warga negara. Hidup dalam hubungan antaraksi dan interdependensi itu mengandung konsekuensi-konsekuensi sosial baik dalam arti positif maupun negatif. Keadaan positif dan negatif ini adalah perwujudan dari nilai-nilai sekaligus watak manusia bahkan pertentangan yang diakibatkan oleh interaksi antarindividu. Tiap-tiap pribadi harus rela mengorbankan hak-hak pribadi demi kepentingan bersama Dalam rangka ini dikembangkanlah perbuatan yang luhur yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan. Pada zaman modern seperti saat ini manusia memerlukan pakaian yang tidak mungkin dibuat sendiri.
Tidak hanya terbatas pada segi badaniah saja, manusia juga mempunyai perasaaan emosional yang ingin diungkapkan kepada orang lain dan mendapat tanggapan emosional dari orang lain pula. Manusia memerlukan pengertian, kasih saying, harga diri pengakuan, dan berbagai rasa emosional lainnya. Tanggapan emosional tersebut hanya dapat diperoleh apabila manusia berhubungan dan berinteraksi dengan orang lain dalam suatu tatanan kehidupan bermasyarakat.
Dalam berhubungan dan berinteraksi, manusia memiliki sifat yang khas yang dapat menjadikannya lebih baik. Kegiatan mendidik merupakan salah satu sifat yang khas yang dimiliki oleh manusia. Imanuel Kant mengatakan, “manusia hanya dapat menjadi manusia karena pendidikan”. Jadi jika manusia tidak dididik maka ia tidak akan menjadi manusia dalam arti yang sebenarnya. Hal ini telah terkenal luas dan dibenarkan oleh hasil penelitian terhadap anak terlantar. Hal tersebut memberi penekanan bahwa pendidikan memberikan kontribusi bagi pembentukan pribadi seseorang.
Dengan demikian manusia sebagai makhluk sosial berarti bahwa disamping manusia hidup bersama demi memenuhi kebutuhan jasmaniah, manusia juga hidup bersama dalam memenuhi kebutuhan rohani.